Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengeluarkan dua emiten syariah yaitu PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) dari daftar efek yang bisa ditransaksikan secara margin dan shortsell paling cepat akhir tahun ini.
Menanggapi hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya belum terinfo atas wacana tersebut. Namun, ia menekankan daftar saham margin dan shortsell tersebut adalah sepenuhnya kendali BEI.
“Tapi kalau memang saham tersebut secara anggaran dasar itu aktenya anggaran dasarnya memasukkan bahwa itu syariah, maka tidak akan masuk ke dalam shortsell,” ungkap Inarno saat Konferensi Pers RDK OJK, Senin, (5/8/2024).
Hal ini berbeda dengan saham yang masuk dalam daftar efek syariah dimana anggaran dasarnya belum tentu dikhususkan untuk usaha syariah. Sehingga, tidak bisa serta merta bisa dilarang ditransaksikan dalam metode margin dan shortsell.
Lebih jauh, Inarno menyatakan, BEI tengah melakukan finalisasi perubahan Peraturan BEI No. III-I tentang keanggotaan margin dan shorselling.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan, pihaknya tengah menggodok revisi peraturan terkait daftar saham yang bisa ditransaksikan secara margin dan shortselling. Adapun emiten syariah yang dimaksud adalah perusahaan-perusahaan yang dilirikan memang khusus akan beroperasi secara syariah.
Saat ini, terdapat 5 emiten syariah, diantaranya PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS), PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS).
“Dari emiten syariah itu ada 2 yang masuk dalam daftar efek margin, yaitu BRIS dan BTPS. Karena memang memenuhi kriteria,” jelas Jeffrey saat ditemui di Gedung BEI, Jumat, (2/8/2024).
Untuk mengeluarkan saham BRIS dan BTPS tersebut dari daftar transaksi margin dan shortselling, maka BEI akan melakukan revisi peraturan.
“Untuk itu, nanti setelah revisi peraturan itu, Bursa akan mengatur supaya emiten syariah itu tidak masuk dalam daftar efek marzin dan syarif. Nah, kami sudah diskusi dengan berbagai pihak, termasuk dengan dua emiten syariah ini. Dan mereka oke-oke saja,” kata Jeffrey.
Meski demikian, ia mengaku, pihaknya mesti memberikan waktu yang cukup untuk kedua saham tersebut bisa keluar dari daftar efek margin dan shortsell. Hal ini untuk memberi ruang bagi investor yang sudah bertransaksi di keduanya bisa melakukan aksi jual atau beli untuk penyesuaian.
“Misalnya, mungkin sekitar Oktober peraturan itu baru mulai berlaku. Nah, sejak peraturan itu berlaku sampai nanti efektif emiten syariah ini dikeluarkan, mungkin kami akan memberikan waktu lagi. Mungkin sampai akhir tahun atau awal tahun,” jelasnya.
Kebijakan ini hadir buntut dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang memberi cap haram pada transaksi short selling di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hal ini sebagaimana teecantum dalam Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011. Dalam baleid fatwa tersebut disebutkan transaksi short selling termasuk transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah, karena termasuk ke dalam ba’i al-ma’dum.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah, Iggi H. Achsien mengatakan, fatwa ini didasarkan atas hadis yang menyatakan bahwa tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang tidak kita miliki.
“Nah short sale itu kan belum punya kita tapi kita jual dengan asumsi nanti kita ambil. Dengan harapan investor bahwa akan turun harganya,” jelas Iggi kepada CNBC Indonesia, Kamis, (20/6/2024).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa praktik jual beli tersebut termasuk ke dalam gharar. Gharar adalah proses jual beli yang tidak memilki kepastian sifat, bentuk atau harga yang jelas. Karena itu, gharar dilarang dalam Islam.
Dengan kata lain, MUI melarang investor muslim yang mengedepankan prinsip syariah untuk melaksanakan short sell. Demikian pula bagi perusahaan terbuka yang mengakui dirinya sebagai emiten syariah, berhak keberatan bila dimasukkan dalam daftar emiten yang bisa di-short sell.