Emiten tekstil PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX) mengumumkan rencana delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) secara sukarela yang diperkirakan efektif pada Maret 2025 mendatang. CNTX pun menyusul tiga saham yang sebelumnya sudah mengumumkan rencana go private.
Melalui Keterbukaan Informasi pada 19 Agustus 2024, CNTX akan meminta restu RUPS untuk menawarkan harga tender sebesar Rp400 per saham. Harga ini dinilai lebih premium 181,7% dari harga rata-rata tertinggi perdagangan harian yang hanya Rp142 per saham.
Delisting sukarela CNTX dikarenakan kondisi keuangan perseroan yang merugi telah mempengaruhi performa sahamnya. Selain itu, sejak tahun buku 2005, perseroan tidak lagi memberikan dividen karena saldo laba yang negatif.
Delisting dilakukan mengingat terakhir kali melakukan penanaman modal pada tahun 2001, CNTX tidak lagi menggalang dana dari pasar modal dan tidak memiliki rencana untuk melakukannya di masa depan. Lalu, saham perseroan tidak memenuhi ketentuan free float di BEI. Terakhir, saham CNTX tidak aktif diperdagangkan di bursa.
Sebelumnya, terdapat tiga emiten yang telah mengumumkan akan melaksanakan delisting sukarela dari bursa. Bahkan salah satunya telah resmi hengkang dari papan pencatatan saham.
Lantas, apa saja saham-saham yang tengah dalam proses voluntary delisting tersebut? Berikut penjelasannya:
PT Multistrada Arah Sarana Tbk. (MASA)
Baru-baru ini, Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham emiten produsen ban PT Multistrada Arah Sarana Tbk. (MASA), Jumat (26/7/2024).
Keputusan itu diambil sejalan dengan rencana perusahaan untuk delisting dan suspensi efek. “Perseroan menyampaikan rencana melakukan voluntary delisting dari BEI dan go private,” tulis Manajemen BEI dikutip, Jumat (26/7/2024).
MASA menjelaskan alasan delisting adalah perseroan tergabung dalam Grup Michelin yang bergerak dalam bisnis ban global yang sangat kompetitif. Oleh karena itu
salah satu kunci strategi bisnis Grup Michelin adalah dengan menciptakan integrasi internal untuk memungkinkan penggunaan bersama sumber daya di antara berbagai bagian operasinya di seluruh dunia agar dapat memanfaatkan skala ekonomi yang dihasilkan dari perusahaan global tersebut.
PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META).
Seperti diketahui, META sedang dalam proses untuk delisting atau menghapuskan sahamnya dari bursa. Awalnya, penawaran tender saham META dijadwalkan pada 10 Januari-9 Februari 2024.
Untuk itu, BEI telah melakukan penghentian sementara saham META atau suspensi karena emiten tersebut berencana untuk melakukan go private dan voluntary delisting.
Lalu pada 25 Juni 2024 lalu, Emitem pengelola jalan tol PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META) diketahui tengah dalam Penawaran Tender Sukarela Tahap III kepada PT Metro Pacific Tollway Indonesia Services.
Sebelumnya, manajemen memaparkan sejumlah alasan perseroan dalam mengajukan rencana go private. Perseroan mempertimbangkan aksi korporasi tersebut dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, setelah Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau Rights Issue di tahun 2010 dan 2018, perseroan tidak melakukan penggalangan dana (capital raising) dari pasar modal dan tidak ada rencana untuk melakukannya pada masa depan.
Selanjutnya, kinerja keuangan per 30 Juni 2023 dan 30 September 2023 perseroan merugi. Selain itu, perseroan tidak memberikan dividen kepada pemegang sahamnya setelah tahun buku 2018, serta terdapat rencana pengembangan di anak usaha sektor jalan tol yang membutuhkan pendanaan besar (capital intensive).
Adapun karakteristik usaha tersebut membutuhkan periode yang lama untuk menghasilkan imbal balik investasi (return on investment) dan sebagai akibatnya dapat menambah jangka waktu lebih panjang lagi untuk dapat memberikan dividen kepada pemegang sahamnya.
PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA)
Di awal tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan bahwa emiten rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) telah resmi hengkang dari pasar modal Indonesia.
Mengutip keterbukaan informasi BEI, hal itu dilakukan setelah RMBA mengajukan surat permohonan delisting pada tanggal 12 Oktober 2023. Kemudian, pada tanggal 9 Januari 2024 juga mengajukan surat permohonan penghapusan pemcatatan efek.
“Bursa menyetujui penghapusan pencatatan Efek Perseroan di Bursa Efek Indonesia efektif pada hari Selasa, tanggal 16 Januari 2024,” tulis manajemen BEI, Selasa (16/1).
Adapun delisting dilakukan mengingat 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri tembakau selain disebabkan kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE), kurangnya tingkat prediktabilitas peraturan, meningkatnya perdagangan rokok ilegal serta minimnya insentif untuk mendorong investasi yang telah memberikan tekanan yang besar bagi industri tembakau secara keseluruhan.