Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk 1% lebih pada awal perdagangan pagi ini. Sejumlah analis mengatakan kejatuhan IHSG karena tersulut kekhawatiran investor terhadap resesi di Amerika Serikat (AS).
Aqil Triyadi, Research Analyst PT Panin Sekuritas Tbk, mengatakan ada dua faktor yang membuat IHSG terseret ke zona negatif pagi ini, yakni resesi AS dan kinerja bursa saham Jepang.
“Patut dicermati pula bahwa Goldman memperkirakan kemungkinan resesi di US naik ke 25%, sebelumnya 15%, ungkap Aqil kepada CNBC Indonesia, Senin (5/8/2024).
Aqil mengatakan pelemahan bursa AS yang cukup signifikan mendorong seluruh bursa di regional berjatuhan.
“Yang disebabkan oleh rilis data tenaga kerja yang melemah dengan hanya ada penambahan nonfarm payrolls sebesar 114 ribu (estimasi: 185 ribu; Jun-24: 179 ribu),” ungkap Aqil
“Selain itu, tingkat pengangguran juga naik ke 4,3% yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2021 yang mendorong potensi resesi. Hal ini diperparah oleh rata-rata gaji per jam yang hanya naik 0,2% MoM; +3,6% YoY (estimasi: 0,3% MoM; +3,7% YoY),” tambahnya.
Hal kedua yang memberatkan laju IHSG adalah kinerja bursa Jepang yang melemah signifikan akibat Bank of Japan menaikkan suku bunganya.
“Bank of Jepang menaikkan suku bunganya dan mendorong ekspektasi adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut membawa kekhawatiran bagi investor,” ungkap Aqil.
Senada dengan Aqil, pengamat pasar modal Hans Kwee juga membeberkan penyebab pasar saham Indonesia rungkad pagi ini.
“Pasar khawatir perlambatan ekonomi AS menyebar juga ke negara lain. The Fed terlambat memotong bunga. data-data manufaktur dan pasar tenaga kerja AS sangat lemah,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia.
Andyka Pradana dari Jasa Utama Capital Sekuritas melihat kondisi saat ini karena investor melakukan antisipasi The Fed telat melakukan pemangkasan suku bunga yang berujung pada resesi.
“AS ada kemungkinan masuk resesi kalau seandainya The Fed nya telat menurunkan suku bunga, kalau pun di September jadi di turunkan, penurunannya soft landing,” ungkap Andyka.
Selain faktor resesi AS, rilis kinerja manufaktur China dan kondisi geopolitik yang tidak stabil ada andil terhadap kondisi IHSG yang terlempar ke level 7.100-an pagi ini, dari level 7.300-an pekan lalu.
“Kelesuan ekonomi global juga dipengaruhi oleh rilis kinerja manufaktur China yg mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut,” ungkap Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang kepada CNBC Indonesia.
“Sementara itu, kondisi geopolitik, khususnya di Timur Tengah juga menjadi salah satu fokus kewaspadaan Investor, terkait respon US pasca pembunuhan yang dilakukan terhadap pemimpin Hamas dan juga serangan terhadap Hezbollah,” tambahnya.
Meskipun terjadi kepanikan di pasar saham, Hosianna menilai ini kondisi ini akan terjadi hanya dalam jangka pendek. Karena akan ada rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan tumbuh solid, akan jadi penopang pasar.
Nada dengan lebih tenang diutarakan oleh Arwendy Rinaldi Moechtar, Head of Equity Trading Mitra Andalan Sekuritas (Mitra Pemasaran Mandiri Sekuritas) mengatakan kepanikan terjadi karena khawatir ekonomi melemah, padahal menurutnya data belum sempurna mendukung ketakutan itu.
“Ekonom AS cenderung khawatir akan resesi walau secara data tidak terlihat tapi daya beli dan tingkat kemiskinan di AS meningkat, ungkap Arwendy.
“Hitungan saya iya (crash jangka pendek), jika Fed menurunkan suku bunga bakal di respon market positif. Tapi setelah itu harus di lihat kemampuan US market bayar hutang nya yg besar,” tambahnya.