Pensiunan Mayor Jenderal Israel, Yitzhak Brik, memperingatkan bahwa Israel dapat menghadapi keruntuhan dalam rentang waktu satu tahun. Hal ini disebabkan ancaman perang multi front yang dihadapi Negeri Yahudi tersebut.
Dalam sebuah opini yang diterbitkan oleh harian Israel, Haaretz, Brik menyebut jika perang antara Israel dengan milisi Palestina Hamas dan milisi Lebanon Hizbullah berlanjut, Tel Aviv dapat kewalahan dan pada akhirnya runtuh.
“Jika perang gesekan melawan Hamas dan Hizbullah berlanjut, Israel akan runtuh dalam waktu tidak lebih dari satu tahun,” ujarnya dalam kolom opini yang juga dilaporkan Middle East Monitor itu, dikutip Jumat (23/8/2024).
Israel memulai serangannya di Gaza setelah pejuang Hamas menyerbu Israel Selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil. Dalam serangan itu, Hamas juga menangkap lebih dari 250 sandera.
Di sisi lain, sudah 40.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak perang pecah Oktober lalu. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan sebagian besar korban tewas adalah warga sipil tetapi Israel mengatakan setidaknya sepertiganya adalah pejuang Hamas. Israel mengatakan telah kehilangan 329 tentara di Gaza.
Tensi kemudian meningkat setelah kelompok Houthi di Yaman, bersama dengan kelompok Hizbullah di Lebanon, terus memberikan serangan ke Israel sebagai bentuk solidaritas dalam mendukung Hamas. Mereka berjanji akan terus menekan Israel hingga negara itu menghentikan serangannya ke Gaza.
Sejauh ini, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa pihaknya sudah dekat dengan kemenangan melawan Hamas. Namun, menurut Brik, dirinya ragu Hamas sudah menyerah.
“Sebagian besar pernyataan sok penting yang dibuat oleh Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, selama perang di Gaza terbukti tidak berdasar,” tambahnya.
“Dengan pernyataan ini, Gallant, bersama dengan rekan-rekannya, Kepala Staf IDF Herzi Halevi dan PM Benjamin Netanyahu, telah membuat publik Israel kehilangan muka,” ujarnya.
“Konsep kemenangan total di Gaza adalah omong kosong. Tampaknya Gallant mulai menyadari bahwa kegagalan mencapai kesepakatan penyanderaan dengan Hamas akan menyebabkan perang regional yang akan menempatkan Israel dalam bahaya serius,” tuturnya lagi.
Mengenai kemungkinan kesepakatan pertukaran sandera dan gencatan senjata dengan Hamas, Brik mengatakan saat ini kemungkinan menuju hal tersebut sungguh mustahil. Ini disebabkan karena kondisi baru yang diminta Netanyahu ke dalam kesepakatan yang diusulkan.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah menjadi mediator kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan Hamas terkait pengendalian Gaza. Hamas bersikukuh bahwa pasukan Israel harus benar-benar mundur dari Gaza setelah kesepakatan, sementara Israel ingin agar pasukannya terus berada di sana dengan dalih alasan keamanan.