Daya beli masyarakat cenderung mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu pun diakui oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang mengatakan, Indonesia mengalami deflasi sejak bulan Mei atau setelah pemilu. Terlebih, setelah pemilu itu hampir bisa dikatakan tidak ada acara besar, meski pada Oktober sudah ada persiapan Pilkada serta menyambut natal dan tahun baru 2025 (Nataru 2025).
“Sekarang inflasi sudah mencapai 0,08% untuk periode Oktober dibanding September. Sedangkan year-on-year-nya itu saat ini sudah mencapai 1,74% untuk inflasinya. Kita berharap daya beli masyarakat akan terus meningkat sejalan dengan tingginya permintaan dalam rangka pilkada dan juga persiapan Nataru ini,” kata dia dalam acara Road to CNBC Awards 2024 ‘Best Consumers’, Kamis (28/11/2024).
Kemendag menilai, dengan adanya pilkada dan juga persiapan Nataru ini kurang lebih cukup membangkitkan gairah masyarakat untuk berbelanja. Meski begitu, masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi di depan mata seperti perubahan teknologi yang cukup cepat, geopolitik, geoekonomi hingga perubahan iklim.
“Kalau kita lihat tantangan terbesar saat ini kan memang adanya perubahan teknologi yang cukup cepat ya, geopolitik, geoekonomi, perubahan iklim. Tentunya dengan kondisi tersebut terjadi penurunan demand di luar negeri, perang di Ukraina dan Rusia yang tidak tuntas, begitulah kejadian di Arab Spring sampai sekarang terus bergejolak,” kata dia.
Pada akhirnya, kondisi tersebut akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia yang kemudian turut berdampak terhadap industri manufaktur.
“Nah untuk itu kalau kita lihat China ini kan industri manufaktur Tiongkok ini kan memiliki akses ke ekonomi aglomerasi ini kan tinggi sekali ya atau ekosistemnya mereka mempunyai rantai pasok di sana yang sangat lengkap. Seperti contoh untuk memproduksi satu pakaian, mereka sudah bisa memproduksi warnanya, resletingnya, kancingnya. Dan ke depan juga industri kita sudah harus siap apalagi untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” jelasnya.
Kemendag juga menganggap, tantangan utama Indonesia saat ini adalah daya saing industri yang belum terlalu mumpuni lantaran banyak bahan baku dan bahan pendukung lainnya yang masih diimpor. Kondisi tersebut agak menyulitkan bagi para pelaku usaha ketika kurs dollar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan. Akibatnya, beban pembelian bahan baku impor bertambah dan bisa mempengaruhi daya saing produk jadi yang dibuat industri dalam negeri.