Nilai tukar rupiah dan mata uang Asia berjaya pekan ini setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan pemangkasan suku bunga acuan pada September mendatang.
Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 16.195/US$1 atau menguat 0,22% pada perdagangan Jumat kemarin (2/8/2024). Penguatan kemarin membawa rupiah ke posisi terbaiknya sejak 19 Juli 2024 atau 10 hari terakhir. Penguatan kemarin juga memperpanjang rally rupiah dengan menguat selama tiga hari beruntun.
Dalam sepekan nilai tukar rupiah menguat 0,55%. Penguatan ini mengakhiri catatan buruk pada dua pekan sebelumnya yang selalu melemah.
Rupiah tak menguat sendirian. Hampir semua mata uang utama Asia terbang pekan ini, pengecualian terjadi pada Rupee India.
Yen menjadi mata uang yang paling melesat pekan ini dengan menguat 4,89% sepekan disusul dengan ringgit Malaysia yang menanjak 3,56% sepekan. Won Korea juga melesat 2% sepekan dan Baht Thailand terapresiasi 1,71%.
Melonjaknya yen tak bisa dilepaskan dari keputusan bank sentral Jepang (BoJ) yang menaikkan suku bunga acuan menjadi 0,25% dari rentang sebelumnya 0% hingga 0,1%. BoJ juga akan mengurangi program pembelian obligasi.
Suku bunga level 0,25% adalah yang tertinggi sejak 2008 atau 16 tahun terakhir. Keputusan BoJ membuat investor asing berduyun-duyun ke Jepang sehingga yen menguat.
Sinyal Pemangkasan The Fed Buat Dolar Ambruk, Mata Uang Asia Terbang
The Fed kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% pada Rabu waktu AS (31/7/2024). The Fed memberi sinyal kuat akan memangkas suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September mendatang.
The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September, November, Desember 2023, Januari 2024, Maret 2024, Mei 2024, Juni 2024, dan Juli 2024.
Berbeda dengan rapat FOMC sebelumnya
The Fed pada rapat kemarin lebih memberi sinyal jelas soal pemangkasan suku bunga mulai September mendatang. Dalam pernyataannya, The Fed menjelaskan jika inflasi kini sudah mengarah kepada target sasaran mereka di kisaran 2%.
“Dalam beberapa bulan terakhir ada kemajuan lebih lanjut menuju target inflasi 2%. Jika syarat tersebut terpenuhi, kebijakan pemangkasan suku bunga bisa menjadi opsi pada pertemuan berikutnya di September,” kata Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.
Kebijakan The Fed yang mulai dovish diperkuat dengan data terbaru ekonomi AS.
Tingkat pengangguran AS melonjak ke angka 4,3% pada Juli 2024 dari 4,1% pada Juni 20024. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2021 dan jauh di atas ekspektasi pasar yakni 4,1%.
Penambahan pekerja untuk non-farm payrolls juga hanya 114.000 pada Juli, jauh di bawah Juni yang tercatat 179.000 dan di bawah ekspektasi pasar yakni 175.000.
Kenaikan pengangguran dan rendahnya non-farm payrolls ini menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS sudah mendingin dan terimbas oleh suku bunga tinggi.
Pelaku pasar pun optimis jika kondisi tenaga kerja di Juli akan menambah ruang pemangkasan suku bunga The Fed. Perangkat CME FedWatch memperkirakan 69% ada peluang pemangkasan.
Meningkatnya ekspektasi pemangkasan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury ambruk.
Indeks dolar ambruk ke 103, 28 atau menjadi level terendah sejak 14 Maret 2024 atau empat bulan lebih. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun jatuh ke 3,796% yang merupakan level terendahnya sepanjang tahun ini.
Pelemahan dolar AS ini menunjukkan jika investor tengah menarik dana dari instrument dolar AS ke instrumen lain, termasuk mata uang Asia.
Pemangkasan The Fed juga diyakini akan membuat investor meninggalkan dolar AS dan kembali membeli instrument non-dolar AS, termasuk rupiah, yen, yuan, dan ringgit.