Sejarah Arseto Solo, raksasa sepak bola era Galatama di masa Orde Baru

Sejarah Arseto Solo, raksasa sepak bola era Galatama di masa Orde Baru

Pemain Arema Malang, Engelberd (2 kiri) mencoba melewati hadangan tiga orang pemain Arseto Solo, dalam pertandingan persahabatan di Stadion Manahan, Solo, Jateng, Kamis (15/11). Arema berhasil menang telak dengan skor 7-0. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

Tidak hanya Persis,kota Solo juga pernah memiliki nama besar lain dalam kancah sepak bola nasional khusunya di era Galatama, nama itu adalah Arseto Solo.

Klub ini muncul sebagai kekuatan sepak bola Surakarta di tengah persaingan era Galatama, liga sepak bola nasional saat itu.

Nama Arseto Solo menjelma sebagai simbol perjuangan dan filosofi lokalitas masyarakat Surakarta dan sekitarnya dalam sepak bola Indonesia.

Berdiri pada tahun 1978, klub ini tidak hanya menjadi peserta kompetisi elit Liga Sepak Bola Utama, tetapi juga mewakili semangat olahraga dari Kota Surakarta.

Awal mula dan filosofi nama

Arseto atau Aryo Seto Football Club, didirikan oleh Sigid Harjoyudanto, putra dari Presiden Soeharto. Nama Arseto dipercaya berasal dari tokoh pewayangan Aryo Seto yang melambangkan keberanian, atau dari nama putra Sigid, Ari Sigit Soeharto.

Pada awalnya, Arseto bermarkas di Jakarta sebelum akhirnya pindah ke Solo pada 1983. Perpindahan ini terjadi seiring dengan peresmian Stadion Sriwedari yang menjadi tonggak sejarah pencanangan Hari Olahraga Nasional oleh Presiden Soeharto pada tanggal 9 September 1983.

Bersama 13 tim lainnya, Arseto menjadi pelopor Galatama, kompetisi yang dirancang untuk profesionalisasi sepak bola Indonesia.

Di balik nama besar ini, ada prinsip kuat yang dipegang, yaitu Arseto hanya menggunakan pemain lokal. Filosofi ini tak hanya mempertegas identitas klub, tetapi juga menjadi fondasi bagi regenerasi sepak bola Tanah Air.

Perjuangan “Tim Biru Langit”

Berbalut warna kebanggaan biru muda, Arseto mendapat julukan “Tim Biru Langit”. Adapun julukan lainnya adalah “The Cannon“, mencerminkan energi tanpa henti yang diperlihatkan para pemainnya di lapangan.

Sejak awal, klub ini dikenal sebagai kekuatan yang tidak mudah dipatahkan, bahkan di tengah persaingan ketat dengan tim-tim lain di era Galatama.

Namun, perjalanan Arseto bukan sekadar cerita tentang kemenangan di lapangan. Dengan fokus pada pengembangan pemain lokal, Arseto menjadi tempat lahirnya talenta berbakat seperti Ricky Yacob, Sudirman, Rochy Putiray, dan I Komang Putra, yang kemudian memperkuat tim nasional Indonesia.

Kilas balik prestasi

Prestasi Arseto Solo berbicara banyak tentang dedikasi mereka:

  • 1985: Juara Piala Liga I
  • 1985: Juara Invitasi Perserikatan Galatama
  • 1992: Juara Kompetisi Galatama
  • 1993: Wakil Indonesia di Kejuaraan Antarklub Asia

Salah satu pencapaian paling gemilang mereka adalah saat mewakili Indonesia di Liga Champions Asia 1992/1993.

Setelah mengalahkan Kota Rangers FC dari Brunei Darussalam dan Thai Farmers Bank dari Thailand, Arseto berhasil melangkah ke fase grup semifinal.

Mereka berhadapan dengan klub-klub kuat seperti Yomiuri FC (Jepang) dan Al-Shabab (Arab Saudi). Meski akhirnya terhenti di fase ini, keberhasilan mereka mencapai tujuh besar merupakan kebanggaan besar bagi perkembangan sepak bola Indonesia. https://authenshoot.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*