Bitcoin melesat sampai harga tertinggi sepanjang masa, mencapai level US$100.000. Alhasil, aktivitas negara-negara yang menjadi kolektor Bitcoin menjadi perbincangan hangat dan menggerakkan harga di pasar.
Sebagai informasi, Bitcoin sendiri merupakan salah satu mata uang digital (cryptocurrency) terdesentralisasi yang diciptakan pada 2009 oleh Satoshi Nakamoto (nama yang disamarkan). Bitcoin hadir dengan menawarkan janji biaya transaksi yang rendah dibandingkan dengan mekanisme pembayaran online tradisional.
Mata uang digital baru ini masuk ke dalam jenis cryptocurrency karena menggunakan kriptografi untuk menjaganya agar tetap aman. Meski dikenal sebagai mata uang, Bitcoin tidak memiliki bentuk fisik. Bitcoin hanya berupa saldo yang disimpan pada buku besar publik yang bisa diakses setiap orang secara transparan. Mata uang ini digunakan dalam bertransaksi di internet tanpa menggunakan perantara seperti jasa bank.
Sistem yang digunakan adalah peer to peer atau P2P yang sistemnya bekerja tanpa penyimpanan dan administrator tunggal. Hal menarik dari Bitcoin adalah jumlahnya yang hanya 21 juta dan tidak bisa bertambah lagi.
Dalam Whitepapernya, Bitcoin memiliki ketentuan di mana persediaannya terbatas. Nantinya, hanya akan ada 21 juta Bitcoin yang bisa diproduksi. Diprediksi, seluruh Bitcoin pada tahun 2140 nantinya 21 juta koin akan beredar.
Kelangkaan ini yang membuat harga Bitcoin terus merangkak naik dan bagi siapa pun baik perorangan/perusahaan/negara yang memiliki Bitcoin akan menjadi sebuah keuntungan/kelebihan tersendiri.
Berdasarkan data dari Bitcoin Treasuries, menunjukkan bahwa terdapat delapan pemerintah negara yang memiliki Bitcoin per 22 November 2024.
Amerika Serikat (AS) merupakan negara dengan pemilik Bitcoin terbanyak di dunia dengan jumlah 207.189 BTC, sementara di posisi kedua yakni China dengan kepemilikan Bitcoin 194.000 BTC.
Aksi Pemerintah AS Koleksi 1 Juta BTC
Dilansir dari Forbes, pada pertengahan 2024, Senator Cynthia Lummis (R-WY) memperkenalkan kepada Kongres ke-118 “Undang-Undang Meningkatkan Inovasi, Teknologi, dan Daya Saing melalui Investasi yang Dioptimalkan Secara Nasional Tahun 2024”, atau Undang-Undang Bitcoin. RUU ini mewajibkan agar semua Bitcoin yang dimiliki oleh lembaga pemerintah federal dipindahkan ke Departemen Keuangan untuk disimpan dalam cadangan Bitcoin strategis.
Selain itu, RUU ini mewajibkan Menteri Keuangan untuk membeli “tidak lebih dari 200.000 Bitcoin per tahun selama periode 5 tahun, untuk akuisisi total 1.000.000 Bitcoin.” 1.000.000 Bitcoin tersebut kemudian harus disimpan oleh Departemen Keuangan selama minimal 20 tahun sebelum mereka dapat mempertimbangkan untuk menjualnya, dan menetapkan sejumlah pembatasan terhadap penjualan di masa depan.
Pemerintah ‘Misterius’ China Kumpul BTC
Dilansir dari cointelgraph.com, mantan CEO Binance, Changpeng “CZ” Zhao mengatakan bahwa kurangnya transparansi pemerintah China secara keseluruhan membuatnya sulit untuk memprediksi kebijakan kripto apa pun.
CZ mengatakan China akan menjadi salah satu negara yang mengadopsi cadangan Bitcoin strategis, mungkin mengikuti jejak rencana yang diusulkan oleh pemerintahan kepresidenan Amerika Serikat yang akan datang.
Selanjutnya, pada konferensi Bitcoin MENA 2024, Anthony Scaramucci, pendiri SkyBridge Capital, menyatakan bahwa China kemungkinan akan melanjutkan penambangan Bitcoin dan mengintegrasikan mata uang kripto ke dalam cadangannya pada akhir 2025. Dia berpendapat bahwa semakin banyak negara, termasuk Amerika Serikat, yang mengadopsi Bitcoin sehingga China akan merasa terdorong untuk menilai kembali posisinya terhadap aset digital. Potensi keuntungan ini dapat meningkatkan posisi perekonomian China secara global.
Pemerintah Bhutan Transfer 400 BTC
Menurut Odaily, pemantauan terbaru oleh Onchain Lens mengungkapkan bahwa pemerintah Bhutan telah mentransfer 406 Bitcoin ke QCP Capital. Transaksi ini diperkirakan bernilai sekitar US$40 juta atau sekitar Rp640 miliar. Langkah ini menyoroti keterlibatan aktif Bhutan dalam transaksi cryptocurrency, mencerminkan langkah keuangan yang signifikan dalam ruang aset digital.
Hal ini berujung pada penurunan harga Bitcoin di tanggal 9 Desember